Blusukan Gedung Singa, Gedung Misterius Kawasan Kampung Eropa Surabaya

Menjadi bangunan paling misterius di sepanjang kawasan Kampung Eropa Surabaya, gedung ini terlihat sebagai bangunan tak berpenghuni biasa peninggalan jaman kolonial. Tetapi setelah melihat 2 patung singa bersayapnya seketika saya langsung penasaran ada apa di dalamnya. Kebanyakan bangunan Cagar Budaya di Surabaya tak ada yang semisterius ini.


Adalah Gedung Singa. Jelas kenapa disebut Gedung Singa karena 2 patung singa di depan pintu bangunan ini. Bukan hanya simbol, mungkin secara arti tertentu patung tersebut benar-benar "penjaga", seperti bangunan candi dengan dwarapalanya sebagai simbol penjaga candi. Atau mungkin hanyalah ornamen untuk mempercantik bangunan tersebut. Siapa yang tahu. Entahlah.

Akses Dan Lokasi

Gedung ini berada di kawasan Kampung Eropa Surabaya tepatnya di Jalan Jembatan Merah No. 19-23, Surabaya. Tak jauh dari belokan arah Jembatan Merah menuju Tugu Pahlawan, sebelah kanan jalan akan terlihat gedung tua dengan dua patung singa bersayap di depannya.

Sejarah Bangunan

Gedung ini dibangun tahun 1901 oleh seorang arsitek terkenal Hendrik Petrus Berlage (Amsterdam, 21/02/1856 - Den Haag, 12/08/1934) yang juga mendesain Gedung De Nederlanden Van yang berada di Jakarta dan pernah menjadi konsultan pemerintah Hindia Belanda dalam proyek restorasi Candi Prambanan. Disebutkan pada buku “Budaya Visual Indonesia”, Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente (Gedung Singa ini) adalah karya pertama Hendrik Berlage di Hindia Belanda yang dikerjakannya pada 1900. Sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh Jan Von Hemert pada 21 Juli 1901.


Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente merupakan Perusahaan Umum Pertanggungan Jiwa dan Anuitas Jiwa, sebuah perusahaan asuransi jiwa terbesar di Belanda yang didirikan pada 1880 namun kemudian bangkrut pada 1921. Perusahaan yang pertama kali menempati gedung ini. Kemudian ditempati PT. Aperdi Djawa Maluku yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang listing. Itulah kenapa gedung ini sering juga disebut Gedung Aperdi.


Lalu terakhir ditempati sebagai kantor PT. Asuransi Jiwasraya yang sampai saat ini hak kepemilikan bangunan ini adalah kepunyaan dari PT Asuransi Jiwaasraya.

Desain Bangunan

Bangunan ini bergaya Art Nouveau (aliran seni yang dipandang sebagai suatu gaya seni total yang merangkul arsitektur, seni grafis, desain interior, dan sebagian besar seni dekoratif) dengan beberapa lengkungan bata merah khas Berlage.


Terlihat ornamen yang khas dari bangunan ini, sebuah lukisan yang cukup unik dan misterius. Lukisan tersebut menampilkan seorang ibu Eropa dan seorang ibu Jawa yang sama-sama menggendong anaknya dimana di tengahnya duduk seorang seperti penguasa di antara kedua ibu tersebut. Lukisan tersebut merupakan karya seniman bernama Jan Toorop (Purworejo, 20/12/1858 - Den Haag, 03/031928).

Secara garis besar, bangunanya terlihat gagah, 2 patung singa penjaga pintu di tengah dan diapit 2 pintu lengkung yang berukuran lebih besar, naik ke atas sebuah balkon di kanan dan kiri yang dapat melihat langsung pemandangan sungai kalimas dan jembatan merah. Di bagian tengah yaitu lukisan misterius karya Jan Troop, naik sedikit sebuah tiang berdera mengacung ke depan. Bangunan paling atas dengan design lancip terdapat jendela tengah dan kaca samping kanan kiri, khas bangunan lawas eropa. Menurut saya bangunan yang sangat keren karena kesimetrisannya yang secara subyektif saya memang suka.

Blusukan Gedung Singa

10 Oktober 2018 Kunjungan bersama pegawai pemkot, badan arsip, komunitas pencinta sejarah, pengusaha, dan pihak dari PT. Asuransi Jiwasraya selaku pemilik bangunan berkaitan rencana difungsikannya kembali gedung ini.


Sebuah kesempatan langka bisa masuk salah satu gedung cagar budaya yang aksesnya terbatas. Melihat lebih dalam apa saja yang ada di dalam gedung ini sekaligus memecahkan kemisteriusannya. :) Pertama kali masuk pintu utama nuansa asing dan mencekam terasa di sini, terlebih suasananya agak remang dan satu-satunya pencahayaan adalah dari pintu masuk. Pintu ini langsung akses tangga meuju lantai 2.


Naik tangga lalu terlihat kaca dengan ornamen sebuah lambang khas eropa. Lantai 2 merupakan ruangan tak terawat, berantakan, kotor, dan terbengkalai, tetapi sekilas dasarnya bangunan dan ruangannya masih gagah, luas dan kokoh.


Di gedung ini terdapat sistem gudang lawas yang menurut pemahaman saya, di lantai 1 ada gudang yang aksesnya hanya ventilasi kecil. Di lantai 2 ada sebuah katrol yang digukan untuk mengangkat barang dari bawah ke atas, dan akses menuju lantai 1 ini ya dari tangga di sebelah katrol lawas tersebut.


Saya sedikit gambarkan ruang gedung ini. Pintu utama adalah akses menuju lantai 2 sebuah ruangan kosong, berjalan sedikit ke belakang sebuah ruang dengan lubang memutar di tengah disekat jendela kayu lawas yang dapat dibuka dan kelihatan sebuah ruang terbuka di lantai 1 yang tidak begitu luas tapi cukup menyejukan mata.



Ruang terbuka ini dapat diakses melalui pintu bawah sebelah kanan lantai 1. Di sini juga terdapat gudang yang tembus ke lantai 2 seperti penjabaran di atas. Untuk pintu sebelah kiri karena keterbatasan akses saya kurang tahu kesinambungannya dengan gedung ini. Untuk lebih mudah pemahaman coba dilihat bangunan ini dari luar atau melalui video berikut,


Overall bangunan sebenarnya masih kokoh, bagus dan luas, hanya saja perlu beberapa sentuhan saja. Sejalan dengan pernyataan salah satu warga Belanda yang ikut rombongan, Bapak Boy Marlisa menyatakan bahwa bangunan ini sangat menarik dan cukup terkenal di Belanda. Menurutnya gedung ini memiliki nilai historis yang tinggi berkaitan perkembangan arsitektur negaranya. Beliau juga mengatakan jika gedung ini kembali difungsikan tidak menutup kemungkinan akan banyak warga Belanda yang mengunjungi gedung ini.


Menuju balkon lantai 2 dan melihat keluar bangunan ini, tatapan saya mengarah pada Jembatan Merah dan Sungai Kalimas. Seketika saya berfikir, menyelami mesin waktu dan secara virtual berada di bangunan ini 73 tahun silam. Melihat secara langsung perjuangan arek-arek Suroboyo dalam pertempuran 10 November, hari ini 73 tahun silam. Bangunan ini menjadi saksi bisu, melihat secara langsung peristiwa besar di negara tercinta ini. Perjuangan para pahlawan berkorban nyawa untuk kenyangnya perut dan nyenyaknya tidur kita hari ini. Terheninglah beberapa saat dan mari mengheningkan cipta. Al -Fatihah.


Oh iya, Selamat Hari Pahlawan. Gara-gara ngomongin Cagar Budaya jadi inget sejarah kan, jadi ingat 10 November. Mesin waktu yang benar-benar ampuh. Mari menjadi pahlawan, tak perlu terlalu besar dulu, jadi pahlawan untuk diri sendiri dan orang-orang tercinta di sekitar kita.


Surabaya dengan segudang Cagar Budaya yang ada, tempat kita belajar, mesin waktu yang keren untuk kita kembali mengingat apa yang orang-orang terdahulu lakukan untuk kita, dan menumbuhkan spirit kita melakukan timbal balik dan meneruskannya kepada anak cucu kita.

6 Comments

  1. Owalah, aku sering lewat sini padahal. Bsk deh tak mampir ke gedung ini, sepertinya asyik gan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe, pintu e digembok lho mas. Hanya pas ada keperluan aja dibuka gemboknya. 🤓

      Delete
  2. halo mas salam kenal, waaah..sempet terbersit pengin kesana beruntung sekali masnya bisa masuk ke dalam, lumayan spooky jg teryata hehehe..tapi saya yakin kalau dibenahi pasti ciamik soro..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal Mbak, yang nulis Perpustakaan Bank Indonesia ya? Btw keren tulisan dan ilustrasinya. Spooky sih karena udah lama gak kepake dan otomatis enggak kerawat. Kunjungan kesana kemarin itu berkaitan sama pemanfaatan kembali gedung ini. Semoga segera terealisasi. Aamiin..

      Delete
  3. wah bersyukur bisa masuk mas, kemarin saya lewat itu pintunya gembokan, jadi ya cari yang lainnya :D padahal tempatnya bener-bener masih terlihat kosong banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal mas Dirga. Emang selalu gembokan dan enggak terbuka untuk umum. Kosong, tapi bangunan dalemnya klasik banget dan keliatan masih kokoh. Semoga cepet terealisasi aja Gedung ini difungsikan kembali.

      Delete