Hunting Kampung Melayu dan Pecinan Followers LoveSuroboyo


Lagi seneng-senengnya ngulik tentang Surabaya. Apalagi banyak temenya. Jadi sekalian bisa sharing, ngobrol, bercanda dan ketawa bareng. Bareng mimin LoveSuroboyo, Followers LoveSuroboyo kemaren hunting Kampung Melayu. Mimin sih bilang hunting, saya tulis aja hunting. Lebih suka ngomong blusukan, tapi lewat-lewat tok. Kalo hunting, foto-foto tok, tapi ini ada belajarnya, ada penjelasan sejarahnya. Sudahlah, terserah saja ya. langsung mari lihat kemana aja kami setengah harian ini.

Taman Sejarah Surabaya

Minggu telah tiba dan saat itu pagi rombongan telah berkumpul di Taman Sejarah. Entah brefing seperti apa yang dilakukan, karena saya datang terlambat (jangan ditiru), ikut aja nimbrung rombongan setelah sedikit bertegur sapa dengan teman-teman yang kemriyek di grup sendari kemaren.

Foto by Mas Nafil

Jembatan Merah

Udah banyak disinggung dan literasinya juga udah banyak tentang Jembatan Merah ini. Jembatan biasa sih, cuma seantero Surabaya juga tahu gimana nilai historisnya jembatan ini. Kami foto bareng di sini, dan beruntung ada Bapak Anton ( Rachmad Juliantono ) yang dengan senang hati jeprat jepret sekaligus jadi yang dituakan pada kegiatan ini. Atau bisa saya sederhanakan Narasumber mungkin atau yang bisa ditanya - tanya atau yang siap bagi - bagi cerita dan ilmu lebih enaknya.

Foto by Rachmad Juliantono

Menara Pandang Kalimas

Sebelumnya di grup sih bahasnya menara Syahbandar. Setahu saya Syahbandar mah yang ngurusin perijinan dan pengawasan soal kapal? Kenapa menaranya ada di tengah kota? Mungkin dulu sebagai pengawas aktivitas kapal di sekitar Sungai Kalimas situ.

Foto by Rachmad Juliantono

Yang menarik, walaupun bangunan dibangun oleh Belanda, tapi terdapat lambang Suroboyo di bangunan tersebut. Lambangnya sih sekedar ikon suro sama boyo aja. Ditafsir mungkin itu adalah lambang kota Surabaya pada zaman dulu pas masih dalam bentuk karesidenan. Usia bangunan ini jelas udah ratusan tahun, tapi terlihat masih kokoh, menjulang tinggi dan panjang ke belakang.

Kampung Melayu Jalan Panggung


Nah foto diatas adalah Jalan Panggung jaman dulu. Salah satu etnis yang bermukim di sini adalah Melayu. Pendatang melayu memiliki tradisi membangun rumah di atas sebuah panggung. Saat ini, bangunan rumah panggung warga setempat yang dulu menjulang tinggi telah berganti dengan pertokoan dan pembangunan jalan. Nah mungkin nama Jalan Panggung itu ya diambil dari kawasan di sini yang merupakan bangunan dengan banyak rumah panggung.

Foto by Edoniar Jery Pratama

Nah disini spot foto yang menarik menurut saya. Karena rumahnya di cat warna warni jadi fotonya juga bisa jadi bagus. Ditamabah dapet ilmu baru dari Bapak Anton, yaitu teknik foto refleksi. Pake media air untuk menangkap foto pantulannya, terus dibalik aja kameranya jadi mbois deh. Hehe, simple kan.


Ngomong-ngomong bangunan warna warni di Jalan Panggung ini jadi kontroversi juga. Dari kalangan sejarawan (Sumber Bapak Rony), ada yang tak setuju dengan pengecetan kampung tersebut dengan warna yang beragam. Dinilai hal ini akan merusak marwah dari kampung tersebut dan tak relevan dengan kawasan sejarah.

Jalan Karet Surabaya


Dahulu kala (jaman Hindia Belanda), Surabaya dibagi menjadi 2 wilayah yang dipisahkan oleh Sungai Kalimas yaitu Barat yang dihuni kaum elit eropa dan sebelah Timur yang dihuni kaum pribumi (termasuk etnis Melayu, China, dan Arab). Nah di Jalan Karet ini dulunya dihuni oleh etnis China. Kalo pernah lewat sini perhatiin sekeliling bangunannya khas China, tapi sepi seperti yang tak berpenghuni dan tua banget. Banyak juga bangunan bertuliskan "Rumah Abu" milik keluarga yang berbeda - beda. 

PT. Bima Alfa

Koprasi Bank Pasar Niaga

Rumah Abu Keluarga Han


Rumah Abu Keluarga Han ini digunakan untuk kegiatan bersembahyang dan menghomati leluhur dari keluarga bermarga Han. Dahulunya rumah ini merupakan rumah Kapitein De Chineezen, Han Bwee Ko. Kapiten der Chineezen Yaitu wakil pemerintah kolonial Belanda untuk menjadi pemimpin orang-orang Tionghoa di Surabaya. Han Bwe Koo sendiri merupakan keturunan ke-6 dari Keluarga Han
Sumber : https://pesonacagarbudayasurabaya.wordpress.com/

Rumah Abu Keluarga The


Rumah abu Keluarga The ini awalnya bernama “Vereeniging The Goa Tjing didirikan oleh keempat anak majoor The Goa Tjing pada 13 November 1883 dengan tujuan mempersatukan keluarga besar “The”. The Goa Tjing adalah tokoh masyarakat Cina di surabaya, sampai saat ini rumah abu keluarga The tetap dipimpin keturunan The yaitu Wiidiyanto Theja S.H. 
Sumber : https://pesonacagarbudayasurabaya.wordpress.com/

Jalan Gula


Jalan gula ini hanya berupa gang kecil yang diapit tembok bangunan gedung tua. Keliatan tembok-tembok yang emang bikin hasil foto ala-ala lokasi tua jaman dulu. Tone warna yang dihasilkan juga orang bilang ala-ala vintage gitu. Disini rame apalagi kalo weekend, cuma sekedar mau foto aja. Sampai - samapai kemaren ketemu sama rombongan dari sma mana gitu saya lupa dari Lamongan pokoknya yang jauh-jauh ke sini cuma buat foto untuk buku kenangan akhir tahun.

JALAN COKLAT

Berada di sebelah Jalan Gula, gang nya lebih lebar. Beda sama Jalan Gula, jalan lebih besar dan kalo saya bilang bukan gang karena jalannya lebar. Bangunan di sekitarnya pun rata - rata terasnya luar, jadi jarak antara jalan sama pintu bangunan itu jauh. Jalan biasa sih cuma kok rasanya lebih teduh. Bangunan sekitarnya sih terbilang gak terlalu tua atau se tua bangunan di Jalan Karet. Kelihatannya lho ya, atau gak tau mungkin bangunan di sini lebih terawat.

KLENTENG HOK AN KIONG


Nah disini kita belajar sedikit tentang budaya, Klenteng Hok An Kiong ini infonya adalah klenteng tertua di Surabaya. Ada yang nyebut Klenteng Coklat juga karena lokasinya ada di Jalan Coklat. Kita akan disambut sebuah wadah besar yang berisi dupa yang mungkin digunakan untuk ritual keagamaan juga, lalu di pintu masuk ada patung khas Tiong Hoa (saya kurang paham itu dewa atau panglima perang). Yang menarik di tembok kanan kiri ada lukisan yang menceritakan suatu hal berkaitan tentang budaya atau sejarah Tiong Hoa (saya juga kurang paham). Hehe.


Dulu, lahan di daerah tersebut merupakan tanah lapang yang kerap digunakan sebagai tempat persinggahan anak buah dari perahu-perahu tongkang yang datang dari Tiongkok. Umumnya, mereka datang dengan membawa serta patung Makco atau Ma Co Po, dewi pelindung para pelaut dan nelayan, untuk disembahyangi di lokasi persinggahan yang seadanya. Kemudian sebuah perkumpulan Hok Kiau, yaitu Hok Kian Kiong Tik Soe merasa iba dengan para awak kapal tongkang atau jung yang sedang berisitirah di bedeng yang seadanya. Lalu, perkumpulan ini berinisiatif membangun sebuah tempat yang layak bagi awak kapal itu. Pada tahun 1830 mulai dibangun klenteng serta ruangan yang luas agar mereka bisa beristirahat atau menginap dengan baik. Pembangunan klenteng ini didanai oleh Ong Pan Liong, Mayor The Boen Hie, Mayor The Thwan Ing, Tjhoa Sin Hie, Letnan Tan Tjien Oen, Tjia Tjian Tiong, dan masih banyak lagi. 
Sumber : https://situsbudaya.id/sejarah-klenteng-hok-kiong-surabaya/

Selesai. Mungkin sekitar jam 11 siang acara udah selesai dan kami kembali ke Jembatan Merah. Nah disana ada yang pamit pulang duluan, ada yang mau naik Bus Tayo (Suroboyo Bus). Sambil nunggu bus kami blakra'an (istirahat sebentar) di trotoar di depan Polrestabes Surabaya. Sambil ngobrol dan bercanda - canda bareng. Sampe hampir jam 12 siang 2 kali bus lewat dan penuh semua akhirya kami putuskan bubar sendiri - sendiri. Hehe.

Kesan dan Pesan

Seneng bisa ikut kumpul, ketawa bareng, ngobrol asik, belajar juga (sejarah, foto, dll). Acara positif yang baiknya diadain sering-sering daripada tidur-tiduran di kost aja (itu saya). Temen - temen yang asik, sopan, ramah, dan gak duwe isin (malah ngisin - ngisini). Hehe. Ada yang diem aja mojok di pojokan kayak uji nyali. Pokonya beragam deh, tapi tetep grapyak semua, asik semua.

Team Perjalanan

Team perjalanan kali ini adalah

Mas Shandy Setiawan selaku mimin nya LoveSuroboyo penggagas acara ini, Bapak Anton, mungkin saya sebut pembina acara hari ini gitu aja kali ya biar lebih gampang, Temen - temen Followers LoveSuroboyo yang hadir baik saya kenal atau tidak yang saya pasti kesulitan kalo sebut satu - satu, kalian mbois pol.


2 Comments

  1. Alhamdulillah diceritakan runtut :)
    Disertakan pula sejarahnya, yg pas blusukan aku gak nyimak blas wkwk :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, atas bantuan temen2 dan juga google mbak. Hehehe, kalo sampean saya gak kaget pas blusukann gak nyimak. Saya baru kaget kalo sampean pas blusukan gak foto2. Hehe.

      Delete